Senin, 28 April 2014

Bromo Trip

Jumat pagi tanggal 25 April 2014 ketika matahari sedang memancar dengan riangNya, kuhabiskan sarapanku pagi itu sambil menunggu Unang menghisap habis rokoknya yang terbakar. Kami sudah di dalam bus Royal Safari menjelang ibadah jumat menuju Solo. Sampai di terminal Tirtonadi yang sedang dalam renovasi, kami telusuri jalan untuk mencari sumber suara khotib, kami sujudkan raga kepadaNya sejenak untuk ibadah jumat.
Bus Sugeng Rahayu jurusan Surabaya adalah kendaraan kami berikutnya. Bus yang agak ugal-ugalan ini melaju cepat menyusuri jalanan. Entah bagaimana dulu para sopir dan awak bus dari Selamat Grup ini ditraining, mungkin test drive dengan time trial. Enam setengah jam adalah waktu tempuh kami dari Solo menuju Surabaya dengan ongkos 38 ribu ditemani alunan musik dangdut maupun pengamen jalanan. Tiba di terminal Bungurasih, kami lekas mencari bus menuju Malang. Bus Restu berwarna hijau dengan gambar beberapa panda lucu di sampingnya membawa kami sampai di Terminal Arjosari pada pukul 20.45.
kutelepon owner Nusantara Trip yang telah menjanjikan kami untuk berisitirahat sejenak di kediamannya, namun karena angkutan kota yang sudah tidak beroperasi maka kami kami memutuskan untuk beristirahat di sekitar terminal.
Bakso Malang adalah sasaran kuliner kami, yang terasa baru dari bakso biasa adalah kuah bakso yang agak kental dan bakso goreng tepung serta tambahan lontong, lumayan enak dan cukup mengenyangkan dengan 8 ribu rupiah.


bakso Malang
Warung kopi lesehan di depan Indomaret Arjosari menjadi tempat rehat sejenak kami sambil menanti jemputan dari Nusantara Trip. segelas dua gelas kopi kami habis dan Unang yang menikmati beberapa batang rokoknya. Tak lupa kami membeli roti dan air mineral di Indomaret guna bekal nanti.Tengah malam itu, mobil Luxio dari Nusantara Trip membawa kami menuju ke Probolinggo lebih tepatnya di desa Wonokitri. Kami menggunakan jasa open trip dari Nusantara Trip dengan fee 290 ribu per orang, harga yang pantas bagi kami mahasaiswa ekonomi karena tidak perlu memikirkan sewa mobil maupun tiket Bromo. Bersama lima orang peserta open trip lainnya, kami tiba di Wonokitri diantar mas Majid.
Dingin menusuk kulit kami, aku dan Unang hanya memakai kaos oblong dan belum memakai jaket, sementara semua orang di sekitar kami menggunakan jaket tebal dan topi kupluk. Unang menghisap rokoknya dan aku berbincang dengan peserta open trip lainnya. Mbak Nita, pegawai Quality Assestment dari Bank milik Belanda dan mas Hakim pegawai swasta yang sedang honeymoon dengan istri barunya.
mobil Jeep  bewarna abu-abu di bawah kendali mas Ucok membawa kami ke bukit penanjakan untuk menikmati keindahan sunrise sang surya karya Allah. Ratusan pengunjung menyesaki bukit penanjakan subuh itu. Namun kami sudah mendapat tempat terdepan untuk mengabadikan view meskipun suhu dingin yang mengganggu kami terus menusuk ke syaraf tubuh kami..
sunrise matahari mengawali hari

view gunung Bromo dari bukit penanjakan

foto selfie dengan background gunung Bromo

bersama Unang


perjalanan jeep kami dilanjutkan ke padang rumput atau sabana dengan menelusuri turunan tajam dan sempitnya bahu jalan. Sesekali kami tersedak menghirup aroma belerang yang menyengat, namun hijaunya bukit yang indah tersaji di sini.

sabana Bromo
puas menikmati hijaunya sabana dan sebungkus kacang kulit, perjalanan kami berlanjut ke daerah Pasir Berbisik. Tidak seperti namanya yang seharusnya pasir bisa berbunyi, ternyata ekspektasi saya salah, ini hanya lautan pasir yang sangat luas.

Lautan pasir Bromo
kami menuju akhir perjalanan ini yaitu kawah Bromo. untuk hal yang pamungkas ini, kami harus melakukan hal yang agak ekstrem. Sebenarnya ada fasilitas kuda dengan fee 50-100 ribu untuk naik ke kawah Bromo, namun kami lebih memilih unruk berjalan dan mendaki sekitar 3.5 kilometer untuk menuju ke kawah.

view dari awal pendakian menuju kawah Bromo
langkah demi langkah kuayunkan demi munuju puncak kawah Bromo, sesekali kami beristirahat sejenak untuk mengatur tempo nafas. Dan alhamdulillah, akhirnya kami sampai di puncak kawah Bromo.

view Pura suku Tengger dari puncak kawah Bromo
puncak kawah Bromo wearing Electrohell's shirt


foto bersama open Trip Nusantara Malang di puncak kawah Bromo
Turun dari puncak kawah Bromo, kami kembali ke desa Wonokitri dengan menggunakan jeep. Pengalaman yang berharga dan indah kami dapatkan dari open trip Bromo, mungkin suatu saat nanti, saya akan datang lagi ke sini dengan istri saya, honeymoon adventure agar lebih menantang.
Namun usai Bromo trip ini, kami tidak langsung pulang ke Salatiga, kami menginap semalam di rumah kawan kami Dipta di daerah Lawang. Jamuan sederhana dan hangat dari keluarga Dipta cukup untuk istirahat kami dari Bromo. kota Malang sedang mempersiapkan diri untuk ulang tahunnya yang satu abad, sehingga beberapa titik kota mengalami kemacetan. Kami menikmati bakso bakar yang harganya cuma seribu per tusuk di depan kampus Universitas Brawijaya.

bakso bakar Malang seribu rupiah
 Belum kenyang kami menuju Kongkow cafe untuk mengisi perut kami.Kupesan nasi katsu yang
Kongkow cafe Malang

Unang menyampaikan keinginannya untuk melakukan trip kecil ke Jogjakarta sebelum pulang ke Salatiga. Aku pun tertarik dan mengiyakannya. Esok harinya kami naik kereta Malioboro Ekspress dari kota Malang menuju kota Jogjakarta dengan tarif 135 ribu rupiah. Sebenarnya niat kami ke Jogjakarta ini hanya untuk sekedar menikmati nasi kucing dan kopi joss di sekitar stasiun.Tugu Jogjakarta sambil menunggu kereta selanjutnya.

kopi joss dan nasi kucing di Angkringan Tugu Jogjakarta

Kereta Sriwedari mengantar kami kembali di stasiun Solo Balapan dengan tarif 6 ribu rupiah. Kereta ekonomi ini penuh sesak penumpang sampai di Solo. Becak dengan tarif 10 ribu rupiah mengantar kami dari stasiun Solo Balapan ke terminal Tirtonadi. Untuk selanjutnya kami naik bus Royal Safari untuk pulang ke Salatiga.
Alhamdulillah perjalanan singkat ini berakhit, namun pengalaman dan pelajaran berharga banyak kami dapatkan dari perjalanan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar